Social Icons

Pages

Sabtu, 19 Februari 2011

manusia = misteri

Manusia adalah misteri, karena itu eksplorasi terhadap potensi kemanusiaan tidak akan pernah berhenti. Metode IQ (Intelegence Quotion) yang ditemukan Binet-Simmon tahun 1900-an, belakangan banyak digugat karena hanya mengukur satu aspek saja dari kecerdasan manusia.
Tak sedikit jurnal psikologi yang juga mengkritik tajam pendekatan ini karena kecerdasan manusia tak ubahnya sekedar deret angka yang justru mengeliminir faktor humanity. Setelah itu, muncul sejumlah gagasan dan pendekatan baru yang melihat manusia secara lebih utuh.
Goleman mencetuskan gagasan yang dinamakannya Emotional Quotion (EQ). Selain itu juga ada pendekatan lain yang mencoba mensintesa berbagai pendekatan, sehingga muncul Emotional Spiritual Quotion (ESQ). Terakhir, gagasan terbaru dicetuskan Gardner dengan konsep Multiple Intelegence (MI) atau kecerdasan majemuk yang sempat mendapat respon positif yang cukup luas.
Proses Eksplorasi
Sebagai sebuah pendekatan terbaru, konsep MI dinilai cukup sempurna dan melengkapi berbagai kelemahan yang selama ini terlewatkan. Banyak jurnal psikologi yang memuji dan mendukung konsep baru ini. Melalui pendekatan kecerdasan majemuk ini, cukup banyak sisi manusia yang diungkap. Selain menggali aspek yang bersifat intelektual, MI juga memasuki wilayah sosial, yaitu dengan kecerdasan intra dan interpersonalnya.
Keunggulan lain dari konsep multiple intelegence ini terutama karena Gardner sebagai penemu dan penggagasnya telah melakukan serangkaian penelitian, yang memakan waktu puluhan tahun. Proses yang demikian lama ini tentunya bukan perjuangan yang tidak ringan. Apalagi hal tersebut menyangkut soal manusia sebagai makhluk multidimensional yang penuh dengan misteri. Karena itu waktu, perhatian, dan juga biaya yang tidak sedikit tentu akan menghasilkan kesimpulan yang lebih baik.
Kecerdasan Kekhalifahan
Ada sejumlah ahli maupun jurnal psikologi yang melihat belum sempurna konsep multiple intelegence tersebut. Apalagi kecerdasan merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk atau karya. Kecerdasan juga mengandung pengertian sensitifitas, untuk mengukur diperlukan penjabaran yang lebih deskriptif. Salah satu kekurangan konsep MI dari Gardner, belum menyentuh aspek sosial secara luas maupun aspek ketuhanan. 
Salah satu kritik itu dilontarkan psikolog Susilaningsih, MA dari Universitas Islam Negeri Yogyakarta. Dia melontarkan tambahan kecerdasan kekhalifahan dan kecerdasan tauhidiyah untuk melengkapi konsep MI dari Gardner. Kecerdasan kekhalifahan menyentuh kemampuan sosial secara lebih luas. Tidak hanya menyangkut hubungan secara intra dan antar personal, namun juga menyentuh sisi solidaritas, kepekaan dan kepemimpinan sosial. Sedangkan kecerdasan tauhidiyah atau ilahiyah menyangkut sensitifitas terhadap agama, moralitas, dan ketuhanan. 
Konsep kecerdasan majemuk maupun kecerdasan kekhalifahan pada dasarnya bisa dilembagakan. Bahkan konsep ini, menurut Susilaningsih, bisa dilakukan sejak dari pra sekolah, seperti dalam kelompok bermain. Semua potensi anak bisa dikembangkan secara integral. Ini memang membutuhkan waktu, perhatian, dan proses yang lebih kompleks, sehingga memerlukan kepedulian dari kalangan pendidik.  Sebagai sebuah konsep, dapat menjadi materi jurnal psikologi yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar