Social Icons

Pages

Jumat, 12 Juli 2013

Puasa, Momentum Perubahan Menuju Pribadi Yang Bertakwa

Marhaban Ya Ramadhan.Allah swt. kembali menyuguhkan bulan Ramadhan yang mulia kepada kita. Bulan yang penuh rahmat, keberkahan, dan pengampunan. Bulan pertama kali diturunkan Al Quran kepada Nabi Muhammad saw. Bulan di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Setan-setan dibelenggu, pintu neraka dikunci, dan pintu surga dibuka selebar-lebarnya. Bulan Ramadhan adalah bulan anugrah bagi umat Islam, karena kita diberi kesempatan untuk kembali menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah swt., setelah selama sebelas bulan kita banyak melalaikan segala perintahNya dan terlena dengan kehidupan dunia.
Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadlan dengan dilandasi keimanan dan semata mengharap ridla Allah swt. akan keluar dari dosa-dosanya seperti keadaan saat ia keluar dari rahim ibunya. Pahala berbagai amal pun dilipatgandakan oleh Allah swt. hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan lebih. Bulan Ramadlan merupakan bulan sabar, bulan jihad, dan bulan kemenangan, serta bulan pembentuk ketqwaan.
Bukan hanya itu, bulan Ramadlan merupakan bulan membaca Al Quran, bulan mengeluarkan zakat fitrah, bulan memakmurkan masjid, bulan taubat kepada Allah swt., bulan ishlah antar sesama kaum muslim, bulan silaturrahim, bulan menolong mereka yang membutuhkan, bulan menjaga lisan dan perbuatan, bulan pembaharuan dan pengokohan iman, serta bulan penyucian hati dan pikiran.
Menuju Ketaqwaan yang Sesungguhnya
Ramadhan adalah bulan pembentuk pribadi yang bertaqwa. Yaitu pribadi yang senantiasa berupaya melaksanakan apasaja yang diperintahkan Allah swt. dan menjauhi apasaja yang dilarang-Nya. Dia berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ .
 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (QS. Al Baqarah:183)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa inti dari puasa bulan Ramadlan itu adalah menjadikan manusia sebagai pribadi yang  bertaqwa. Imam Al Ghazali dalam kitab Minhajul ‘Abidin, halaman 121, mengatakan, bahwa pribadi yang bertaqwa adalah pribadi yang memiliki perasaan takut yang sangat kepada Allah swt, hanya ber­bakti dan tunduk kepada-Nya, serta membersihkan hati dan perbuatan dari segala dosa. Dengan begitu ia tidak akan berani sekecil apapun melanggar aturan Allah swt.
Ketaqwaan yang tulus haruslah ditunjukkan oleh lisan, hati, dan perbuatan seseorang. Allah swt. memerintahkan kita agar mengikuti seluruh yang dibawa Rasul saw. dan mencegah diri dari seluruh larangan yang disampaikan Rasul saw. Allah swt. berfirman:
“Apa saja yang dibawa Rasul kepada kalian maka ambillah. Dan apa saja yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah.” (QS. Al Hasyr [59]:7)
Jadi taqwa merupakan ketaatan total kepada Allah swt. dengan cara mengikuti setiap hukum dan aturan-Nya yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. Allah swt. berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian semua ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh nyata bagimu. Tetapi, jika kalian menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Baqarah [2] : 208 – 209).
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa sebagian orang-orang Yahudi yang masuk Islam menyangka bahwa keimanan mereka tidak ternodai sekalipun mereka tetap meyakini sebagian isi Taurat. Namun, Allah swt. menjelaskan bahwa masuk kedalam iman mengharuskan beriman kepada suluruh apa yang diturunkan Allah swt. berupa Islam ini. Bila tidak, berarti ia telah mengikuti syaithan yang sebenarnya merupakan musuh yang nyata. Saat itulah turun surat Al Baqarah [2] ayat 208 dan 209 tadi. Lebih jauh beliau memaknai ayat ini dengan menyatakan ‘Allah swt. memerintahkan kepada kaum beriman dan meyakini kebenaran Rasulullah Muhammad saw. untuk mengambil seluruh ajaran Islam dan syari’atnya, melakukan semua perintah-Nya dan meninggalkan apa pun yang Dia larang dengan sekuat tenaga’. (Tafsirul Qur`anil ‘Azhim, I, halaman 307 – 308).
Bulan Ramadlan merupakan saat yang tepat bagi kita untuk menjadi orang-orang yang melakukan ketaatan penuh kepada Allah swt. menjadi pribadi yang bertaqwa yang menjalankan hanya hukum dan aturan-aturan-Nya saja baik dalam hal yang berkaitan dengan pribadi, masyarakat, maupun negara.
Perbanyak Ibadah
Untuk menjadi pribadi yang bertaqwa sebagaimana hikmah disyariatkannya puasa Ramadhan hendaknya kita menjadikan Ramadhan sebagai ajang latihan untuk seterusnya menjadi pribadi yang taat dan gemar beribadah kepada Allah swt.  Beberapa kegiatan ibadah ini bisa kita jadikan sebagai amalan dibulan Ramadhan yang akan kita jalani:

  1. I’tikaf. Yaitu diam di masjid dengan niat yang khusus dan disertai ibadah. Imam Nawawi dalam kitab An-Nihayah mengartikan i’tikaf sebagai menetapi sesuatu dan menempatinya. Maka orang yang menetap di masjid dengan melaksanakan ibadah di dalamnya disebut orang yang beri’tikaf. Rasulullah saw. biasa melakukan i’tikaf pada 10 hari terakhir ramadhan. Ibnu Umar ra. Berkata:
 « كَانَ رسولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ  العَشْرَ الأوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ »
Rasulullah saw. beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan. (HR. Mutafaq ‘alaih)
  1. Memperbanyak bersedekah. Ibnu Abas ra. berkata:
« كَانَ رَسُوْلُ اللهِ، صَلىَّ الله عليه وسلم، أَجْوَدَ النَّاسِ،
وَكَانَ أَجْوَدُ مَا َيكوُنْ ُفِيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ ».
Rasulullah saw. adalah orang yang sangat dermawan kepada siapapun, dan pada bulan ramadhan beliau lebih dermawan lagi saat Jibril menemui beliau. (HR. Mutafaq ‘alaih)
  1. Memperbanyak membaca al-Qur’an. Karena pahala membacanya akan dilipatgandakan melebihi pahala pada bulan selain ramadhan. Selain itu bulan ramadhan adalah bulan dimana al-Qur’an diturunkan pertama kali. Oleh karenanya para ulama terdahulu lebih banyak mengkhatamkan al-Qur’an dibulan ramadhan. Imam Syafi’i biasa mengkhatamkannya sebanyak 60 kali pada bulan ramadhan lebih banyak dari bulan lainnya yang hanya satu kali dalam sehari semalam. Malaikat Jibril senantiasa mendatangi Rasulullah saw. pada bulan ramadhan untuk membacakan al- Qur’an kepada beliau. Ibnu Abas berkata: Jibril menemui Rasulullah saw. pada setiap malam dibulan ramadhan kemudian ia membacakan Qur’an kepada beliau saw. (HR. Mutafaq ‘alaih)
  1. Bersungguh-sungguh memperhatikan lailatul qadr pada sepuluh malam terakhir. Rasulullah saw. bersabda:
« تَحَرَّوْا لَيْلَةَ القَدْرِ في الوَتْرِ مِنَ العَشْرِ الأوَاخِرِ
مِنْ رَمَضَانَ. »
Carilah lailatul qadr pada tanggal ganjil di sepuluh malam terakhir bulan ramadhan. (HR. Bukhori)

  1. Melakukan ibadah umrah. Rasulullah saw. bersabda: “Umrahlah kamu pada bulan ramadhan, karena umrah pada bulan ramadhan sebanding dengan melaksanakan ibadah haji.” (HR. An-Nasai)

  1. Berjihad di jalan Allah. Dari Abu Sa’id Khudri radhiyallah ‘anhu, Rasulullah saw. bersabda:
« مَامِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْمًا ِفيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللهُ بِذَلِكَ
الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفاً. »
Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari dalam (perang) di jalan Allah, melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya -karena hari tersebut- dari neraka sejauh (perjalanan) 70 tahun. (HR. Mutafaq ‘alaih)
  1. Memperbanyak berdo’a. Dari Aisyah ra. ia berkata kepada Rasulullah saw. Ya Rasulullah, bagaimana jika suatu malam aku mengetahui bahwa itu malam lailatul qadar, apa yang harus aku baca? Beliau bersabda, bacalah;
« اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنّي. »
Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pemaaf, Engkau menyukai permintaan maaf maka ampunilah aku. (HR. Tirmidzi)

  1. Memperbanyak shalat sunnah.
« مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. »
Barangsiapa yang bangun (untuk shalat) pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan keikhlasan maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. Mutafaq ‘alaih)
Semoga kita menjadi manusia yang akan meraih ketaqwaan dengan kembali datangnya bulan suci Ramadhan tahun ini. Untuk itu kita harus bekerja keras dan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Hati-hati terhadap bujuk rayu syaithan yang akan senantiasa mengintai manusia untuk menggelincirkan manusia dari jalan yang benar menuju kesesatan. Kita sambut Ramadhan dengan keimanan dan keikhlasan yang dalam agar kita sukses dan dapat meraih kemuliaannya. Amin.

Maksiat menyebabkan berbagai bencana

“Musibah yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan kalian. Dan Allah memaafkan sebagian besar darinya“ (As-Syura 30).Bila rezeki kita kini terpuruk, jangan dulu berprasangka buruk, tapi siapa tahu masa lalu kita memang berlumur amal buruk. Rasulullah SAW bersabda, “Takutilah dosa, karena dosa itu akan menghancurkan kebaikan. Ada dosa yang menyebabkan rezeki tertahan, walaupun sudah dipersiapkan kepadanya“. Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah SAW bersabda “Manusia tidak akan binasa sebelum mereka banyak melakukan dosa“.

Allah SWT berfirman, “Maka setiap-tiap (orang, golongan, kaum atau bangsa) Kami siksa karena dosanya.Ada di antaranya yang Kami tumpahkan hujan lebat (sampai banjir besar atau berjangkitnya penyakit), ada yang dihukum dengan suara guntur dan kilat sabung-menyabung ; ada lagi yang Kami benamkan ke dalam perut bumi; dan ada pula yang Kami tenggelamkan di tengah lautan. Semuanya itu bukanlah karena Tuhan menganiaya mereka, melainkan mereka menganianya diri sendiri“ (Al Ankabut 40). Pada waktu akhir-akhir ini beruntun – runtun terjadinya bencana yang menimpa manusia. Baik di tanah air kita maupun di berbagai benua di seluruh dunia, baik berupa bencana alam maupun berbagai peristiwa sedih lainnya.

“Tidaklah sekali-kali bangsa mengalami kehancuran, kalbu manusia menjadi rusak, rumah tangga berantakan; berbagai pendapat saling berseberangan; dan pemikiran menjadi kacau balau, kecuali karena berbagai macam dosa dan kedurhakaan telah membudaya di kalangan umat manusia,” demikian antara lain tulis Dr.’Aidh bin ‘Abdullah Al Qarni dalam buku ‘ Hidupkan Hatimu.’ Maksiat akan menghalangi seseorang mendapatkan kebahagiaan sejati. Hal itu karena pelaku maksiat di akhirat akan mendapatkan hukuman dari Allah. Sedangkan di dunia orang yang bermaksiat tidak akan mendapatkan ketenangan dalam hidupnya. Hal ini bukan hanya diakui oleh orang yang beragama Islam saja, namun diakui oleh manusia pada umumnya.Yaitu mereka yang memiliki hati nurani . “Hati nurani bagaikan black box ‘kotak hitam‘ yang merekam segala ‘ceritera‘ hidup ini. Kejadian demi kejadian dari waktu ke waktu direkam dengan apik oleh hati nurani. Saat inipun kita bisa kembali membuka rekaman yang terjadi sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Apakah kita melakukan dosa besar? Semua bisa kita ingat. Karena itulah, Allah menjadikan hati nurani bersaksi di hadapan Allah pada hari kiamat (QS.Al Aadiyaat 10). Jangan pernah bangga berhasil mendustai orang lain. Bersedihlah karena sebelumnya, kita mendustai diri kita sendiri. Jangan pernah merasa selamat dari dosa yang kita sembunyikan selama ini karena semua akan tampak di hari ‘persaksian,‘ demikian antara lain kilah M.Arifin Ilham dalam artikelnya ‘Hati Nurani‘. Salah satu contoh, demonstrasi rakyat Amerika terhadap invasi Amerika ke Irak adalah bukti konkrit bahwa pada dasarnya maksiat, kezaliman, penganiayaan itu tidak membuahkan kebahagiaan. Bahkan menurut Sokrates, orang yang berbuat kriminal lebih menderita daripada korbannya meskipun ia tidak dihukum karena kejahatannya, namun ia adalah orang yang paling menderita. Kadang ada kasus kejahatan yang pelakunya sulit dilacak. Berbagai usaha telah dilakukan namun gagal. Ternyata, orang tersebut malah menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib. Hal itu dilakukannya karena ia merasa selalu dijerat dosa.(Buku Menggapai Kebahagiaan Sejati oleh Muhammad Syafii Masykur).

Dalam buku ‘Puasa Lahir Puasa Batin‘ oleh Malaki Tabrizi antara lain disebutkan banyak yang hadis yang mengemukakan bahwa apabila sekelompok orang yang sedang duduk-duduk di suatu tempat, kemudian mereka beranjak menunaikan suatu perbuatan baik, maka setiap butir tanah yang dipijaknya akan berdoa dan meminta ampunan Allah SWT (beristighfar ) bagi mereka. Namun sebaliknya, apabila mereka terjerat kesibukan melakukan dosa, maka setiap keping tanah akan mengutuk mereka.

Jadi ada hubungan langsung antara eksistensi manusia dan lingkungan alam (dunia) ini. Apabila ia berdosa, semua makhluk mengutuknya.Karena seorang pendosa melangkah kearah yang bertentangan dengan tujuan suci penciptaan manusia.Dengan kata lain, tiap perbuatan dosa menimbulkan satu kekacauan dalam tujuan penciptaan manusia yang sesungguhnya tengah berproses menuju Allah. Maksiat menyebabkan berbagai kerusakan di bumi, baik pada air, udara, tanaman, buah, maupun tempat tinggal seperti ditegaskan Allah dalam surah Rum 41, ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan manusia. Allah ingin agar mereka merasakan sebagian dari apa yang mereka kerjakan supaya mereka kembali“ (Al-Rum 41). Maksiat menyebabkan longsor dan gempa bumi serta hilangnya keberkahan. Suatu kali Rasulullah SAW melewati wilayah bekas perkampungan kaum Tsamud. Beliau melarang para sahabat untuk memasukinya kecuali dalam kondisi menangis serta melarang mereka meminum airnya atau mengambil air dari sumurnya. Karena dampak sial dari maksiat terdapat dalam air. Demikian pula dampak sial maksiat pada kerusakan buah-buahan.

Dampak laik dari maksiat alah kesialan dosa yang juga menimpa orang lain dan kendaraannya. Pelaku maksiat dan orang lain terkena sial dan gelapnya dosa. Abu Hurairah RA berujar, “Ayam mati di kandangnya karena tindakan orang yang zalim“. Sedangkan Mujahid bertutur, “Binatang melaknat orang-orang yang melakukan maksiat saat kekeringan datang dan hujan tidak turun. Mereka berkata, inilah kesialan dari maksiat yang dilakukan manusia.’ Juga Ikramah berkata, “Binatang melata di bumi, termasuk serangga mengeluh, ‘Hujan tidak turun akibat dosa manusia.’ Hukuman atas dosa tidak cukup, sampai makhluk yang tidak berdosa juga melaknatnya.’” Wallahualam. **