بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Sungguh ironis memang kondisi remaja saat ini.Seolah-olah mereka menutup
mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal
bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum
muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut
setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non
muslim bahkan bermula dari ritual paganisme. Bahkan secara tegas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”
(HR. Ahmad dan Abu Daud). Dalil ini sudah cukup sebagai alasan
terlarangnya merayakan hari valentine, apa pun bentuk perayaannya.
Sejarah Hari Valentine Menurut Islam
1. Asalnya adalah aqidah paganis (penyembahan berhala) kaum Romawi,
untuk mengungkapkan rasa cinta kepada berhala yang mereka ibadahi selain
Allah Subahanahu wa Ta’ala. Barangsiapa yang merayakannya, berarti dia
merayakan momen pengagungan dan penyembahan berhala. Padahal Allah
Subahanahu wa Ta’ala telah mengingatkan kita dari perbuatan syirik:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu,
maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur’.” (Az-Zumar: 65-66)
Allah Subahanahu wa Ta’ala juga menyatakan melalui lisan ‘Isa ‘alaihissalam:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.”
(Al-Ma’idah: 72)
Dan seorang muslim wajib berhati-hati dari syirik dan segala yang akan mengantarkan kepada syirik.
2. Awal mula perayaan ini di kalangan bangsa Romawi paganis terkait
dengan kisah dan khurafat yang tidak bisa diterima akal sehat, apalagi
akal seorang muslim yang beriman kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala dan
para rasul-Nya.
Pada satu versi, disebutkan bahwa seekor serigala betina menyusui
Romulus pendiri kota Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik dan
kecerdasan pikiran. Ini menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang
memberikan kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran hanyalah Allah
Subahanahu wa Ta’ala, Dzat Maha Pencipta, bukan air susu serigala. Dalam
versi lain, pada perayaan itu kaum Romawi paganis mempersembahkan
qurban untuk berhala sesembahan mereka, dengan keyakinan bahwa
berhala-berhala itu mampu mencegah terjadinya keburukan dari mereka dan
mampu melindungi binatang gembalaan mereka dari serigala. Padahal, akal
yang sehat mengetahui bahwa berhala tidaklah dapat menimpakan
kemudaratan, tidak pula bisa memberikan suatu kemanfaatan.
Bagaimana mungkin seorang berakal mau ikut merayakan perayaan seperti
ini? Terlebih lagi seorang muslim yang Allah Subahanahu wa Ta’ala telah
menganugerahkan agama yang sempurna dan aqidah yang lurus ini kepadanya.
3. Di antara syi’ar jelek perayaan ini adalah menyembelih anjing dan
domba betina, lalu darahnya dilumurkan kepada dua orang pemuda, kemudian
darah itu dicuci dengan susu, dst. Orang yang berfitrah lurus tentu
akan menjauh dari hal yang seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa
menerimanya.
4. Keterkaitan St. Valentine dengan perayaan ini diperselisihkan, juga
dalam hal sebab dan kisahnya. Bahkan, sebagian literatur meragukannya
dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak pernah terjadi. Sehingga
pantas bagi kaum Nasrani untuk tidak mengakui perayaan paganis ini yang
mereka tiru dari bangsa Romawi paganis. Terlebih lagi keterkaitan
perayaan ini dengan salah satu santo (orang-orang suci dalam khazanah
Nasrani, ed.) mereka, masih diragukan. Bila merayakannya teranggap
sebagai aib bagi kaum Nasrani, yang telah mengganti-ganti agama mereka
dan mengubah kitab mereka, tentu lebih tercela bila seorang muslim yang
ikut merayakannya. Dan bila benar bahwa perayaan ini terkait dengan
terbunuhnya St. Valentine karena mempertahankan agama Nasrani, maka apa
hubungan kaum muslimin dengan St. Valentine?
5. Para pemuka Nasrani telah menentang perayaan ini karena timbulnya
kerusakan akhlak pemuda dan pemudi akibat perayaan ini, maka dilaranglah
perayaan ini di Italia, pusat Katholik. Lalu perayaan ini muncul
kembali dan tersebar di Eropa. Dari sanalah menular ke negeri kaum
muslimin. Bila pemuka Nasrani –pada masa mereka– mengingkari perayaan
ini, maka wajib bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan
hakikatnya dan hukum merayakannya. Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin
yang awam untuk mengingkari dan tidak menerimanya, sekaligus mengingkari
orang yang ikut merayakannya atau menularkannya kepada kaum muslimin.
Beberapa Sisi Hukum Valentine
Tasyabbuh dengan Orang-orang Kafir
Hari raya –seperti, Valentine Days- merupakan ciri khas, dan manhaj
(metode) orang-orang kafir yang harus dijauhi. Seorang muslim tidak
boleh menyerupai mereka dalam merayakan hari itu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata, "Tak
ada bedanya antara mengikuti mereka dalam hari raya, dan mengikuti
mereka dalam seluruh manhaj (metode beragama), karena mencocoki mereka
dalam seluruh hari raya berarti mencocoki mereka dalam kekufuran.
Mencocoki mereka dalam sebagaian hari raya berarti mencocoki mereka
dalam sebagian cabang-cabang kekufuran. Bahkan hari raya adalah ciri
khas yang paling khusus di antara syari’at-syari’at (agama-agama), dan
syi’ar yang paling nampak baginya. Maka mencocoki mereka dalam hari raya
berarti mencocoki mereka dalam syari’at kekufuran yang paling khusus,
dan syi’ar yang paling nampak. Tak ragu lagi bahwa mencocoki mereka
dalam hal ini terkadang berakhir kepada kekufuran secara global".[Lihat
Al-Iqtidho' (hal.186)].
Ikut merayakan Valentine Days termasuk bentuk tasyabbuh (penyerupaan)
dengan orang-orang kafir. Rasululllah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut".
[HR. Abu Daud dalam Sunan-nya (4031) dan Ahmad dalam Al-Musnad (5114,
5115, & 5667), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (19401 &
33016), Al-Baihaqiy dalam Syu'ab Al-Iman (1199), Ath-Thobroniy dalam
Musnad Asy-Syamiyyin (216), Al-Qudho'iy dalam Musnad Asy-Syihab (390),
dan Abd bin Humaid dalam Al-Muntakhob (848). Hadits ini di-shohih-kan
oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Musykilah Al-Faqr (24)].
Seorang Ulama Mesir,Syaikh Ali Mahfuzh-rahimahullah- berkata dalam
mengunkapkan kesedihan dan pengingkarannya terhadap keadaan kaum
muslimin di zamannya, "Diantara perkara yang menimpa kaum muslimin (baik
orang awam, maupun orang khusus) adalah menyertai (menyamai) Ahlul
Kitab dari kalangan orang-orang Yahudi, dan Nashrani dalam kebanyakan
perayaan-perayaan mereka, seperti halnya menganggap baik kebanyakan dari
kebiasaan-kebiasaan mereka. Sungguh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- dahulu membenci untuk menyanai Ahlul Kitab dalam segala urusan
mereka…Perhatikan sikap Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
seperti ini dibandingkan sesuatu yang terjadi pada manusia di hari ini
berupa adanya perhatian mereka terhadap perayaan-perayaan, dan adat
kebiasaan orang kafir. Kalian akan melihat mereka rela meninggalkan
pekerjaan mereka berupa industri, niaga, dan sibuk dengan ilmu di
musim-musim perayaan itu, dan menjadikannya hari bahagia, dan hari
libur; mereka bermurah hati kepada keluarganya, memakai pakaian yang
terindah, dan menyemir rambut anaka-anak mereka di hari itu dengan warna
putih sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlul Kitab dari kalangan Yahudi,
dan Nashrani. Perbuatan ini dan yang semisalnya merupakan bukti
kebenaran sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sebuah hadits
shohih, "Kalian akan benar-benar mengikuti jalan hidup orang-orang
sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sehingga
andai mereka memasuki lubang biawak, maka kalian pun mengikuti mereka".
Kami (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah mereka adalah
orang-orang Yahudi, dan Nashrani". Beliau menjawab, "Siapa lagi kalau
bukan mereka". [HR. Al-Bukhoriy (3456) dari Abu Sa'id Al-Khudriy
-radhiyallahu 'anhu-]".[Lihat Al-Ibda' fi Madhorril Ibtida' (hal.
254-255)]
Pengantar Menuju Maksiat dan Zina
Acara Valentine Days mengantarkan seseorang kepada bentuk maksiat dan
yang paling besarnya adalah bentuk perzinaan. Bukankah momen seperti ini
(ValentineDays) digunakan untuk meluapkan perasaan cinta kepada sang
kekasih, baik dengan cara memberikan hadiah, menghabiskan waktu hanya
berdua saja? Bahkan terkadang sampai kepada jenjang perzinaan.
Allah -Subhanahu wa Ta’la- berfirman dalam melarang zina dan
pengantarnya (seperti, pacaran, berduaan, berpegangan, berpandangan, dan
lainnya),
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
"Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk". (QS. Al-Isra’ : 32)
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لَايَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِاِمْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ
"Jangan sekali-sekali salah seorang kalian berkhalwat dengan wanita,
kecuali bersama mahram". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4935), dan
Muslim dalam Shohih-nya (1241)] .
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لَأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يِمَسَّ امْرَأَةً لَاتَحِلُّ لَهُ
"Demi Allah, sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk
dengan jarum dari besi, maka itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita
yang tidak halal baginya". [HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (486).
Di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahihah (226)]
Menciptakan Hari Raya
Merayakan Velentine Days berarti menjadikan hari itu sebagai hari raya.
Padahal seseorang dalam menetapkan suatu hari sebagai hari raya, ia
membutuhkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena menetapkan hari
raya yang tidak ada dalilnya merupakan perkara baru yang tercela.
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa saja yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami sesuatu yang
tidak ada di dalamnya, maka itu tertolak” [HR. Al-Bukhariy dalam Shahih
-nya (2697)dan Muslim dalam Shahih -nya (1718)]
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya
dari kami, maka amalan tersebut tertolak”. [HR. Muslim dalam Shahih -nya
(1718)]
Allah -Ta’ala- telah menyempurnakan agama Islam. Segala perkara telah
diatur, dan disyari’atkan oleh Allah. Jadi, tak sesuatu yang yang baik,
kecuali telah dijelaskan oleh Islam dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Demikian
pula, tak ada sesuatu yang buruk, kecuali telah diterangkan dalam
Islam. Inilah kesempurnaan Islam yang dinyatakan dalam firman-Nya,
"Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu". (QS.Al-Maidah :3 ).
Di dalam agama kita yang sempurna ini, hanya tercatat dua hari raya,
yaitu: Idul Fitri dan Idul Adha. Karenanya, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- mengingkari dua hari raya yang pernah dilakukan oleh
orang-orang Madinah. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda
kepada para sahabat Anshor,
قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فِيْ
الجَاهِلِيَةِ وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا:
يَوْمَ النَّحَرِ وَيَوْمَ الْفِطْرِ
“Saya datang kepada kalian, sedang kalian memiliki dua hari, kalian
bermain di dalamnya pada masa jahiliyyah. Allah sungguh telah
menggantikannya dengan hari yang lebih baik darinya, yaitu: hari Nahr
(baca: iedul Adh-ha), dan hari fithr (baca: iedul fatri)”. [HR. Abu
Dawud dalam Sunan-nya (1134), An-Nasa`iy dalam Sunan-nya (3/179), Ahmad
dalam Al-Musnad (3/103. Lihat Shahih Sunan Abi Dawud (1134)] .
Syaikh Amer bin Abdul Mun’im Salim-hafizhahullah- berkata saat
mengomentari hadits ini, "Jadi, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
melarang mereka -dalam bentuk pengharaman- dari perayaan-perayaan
jahiliyyah yang dikenal di sisi mereka sebelum datangnya Islam, dan
beliau menetapkan bagi mereka dua hari raya yang syar’i, yaitu hari raya
Idul Fithri, dan hari raya Idul Adh-ha. Beliau juga menjelaskan kepada
mereka keutamaan dua hari raya ini dibandingkan peryaan-perayaan lain
yang terdahulu ".[Lihat As-Sunan wa Al-Mubtada'at fi Al-Ibadat
(hal.136), cet. Maktabah Ibad Ar-Rahman, 1425 H]
Mengantarkan Kepada Tersibukkannya Hati
dalam urusan-urusan rendah seperti ini, yang menyelisihi bimbingan
salafus shalih. Maka tidak dihalalkan pada hari ini muncul sesuatu yang
itu merupakan bentuk syi’ar terhadap perayaan tersebut, apakah dalam hal
makanan, minuman, pakaian, atau saling memberi hadiah, atau yang
lainnya.
Wajib bagi seorang muslim merasa mulia dengan agamanya dan jangan dia
menjadi seorang yang tidak punya pegangan, mengikuti setiap ada orang
yang berteriak (mengajak kepada sesuatu). Aku memohon kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala agar memberi perlindungan kepada Kaum Muslimin dari
segala fitnah yang zhahir maupun yang batin dan semoga Dia senantiasa
menolong kita dengan pertolongan dan taufiqNya. [ dari Majmu’ Fatawa
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah :16/199 ]
baca juga link-link berikut;
http://www.al-khilafah.org/2012/02/islam-dan-bencana-valentines-day.html
http://www.al-khilafah.org/2011/02/hukum-syara-seputar-perayaan-v-day.html
http://www.al-khilafah.org/2011/02/valentines-day-dari-budaya-sampai.html
http://blog.re.or.id/hukum-merayakan-hari-valentine-buat-umat-islam.htm